Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

KOMUNIKASI EFEKTIF PEKSOS
DALAM PENYULUHAN DAN BIMBINGAN SOSIAL

Oleh : Drs. Lamsari Sitomnpul, MM


I. PENDAHULUAN.
Kita pernah merasa bahwa lawan bicara kita kurang perhatian, tidak ada respon atau ogah-ogahan mendengarkan pembicaraan kita, baik dalam interaksi antar personal, bimbingan, penyuluhan maupun komunikasi dalam kelompok. Kita juga sering merasa stress dan frustasi karena orang yang berhubungan dengan kita, atau kelayan yang kita layani tidak juga mengerti dan memahami yang kita maksudkan, padahal kita sudah merasa berulang-ulang menginformasikan atau menjelaskan baik dalam penyluhan maupun bimbingan, agar kelayan melakukan tindakan seperti yang kita harapkan. Ada apa dengan ini semua ? Kalau itu semua pernah kita alami, berarti kita sedang berurusan dengan masalah komunikasi.

Komunikasi, mungkin sudah tidak asing bagi kita, bahkan untuk mendefinisikannya tidaklah sulit, bahkan secara lancar dapat kita uraian. Dan justru disinilah permasalahannya, kata komunikasi sudah terbiasa kita ucapkan, sudah biasa menjadi perbincangan keseharian, namun mungkin ada permasalahan dalam memaknainya, seperti halnya urusan makan yang setiap hari (bahkan tiga kali sehari) kita lakukan, tetapi kita jarang mempersoalkan tentang asupan gizinya, sering lebih pada enak dan kenyang, tetapi setelah ada masalah diperut kita, atau ada perasaan tidak enak pada badan kita baru sadar bahwa ada yang salah pada makan kita. Begitu juga terkait hal komunikasi ini, begitu ada kemacetan dalam berinteraksi, baru sadar mungkin ada yang salah dalam soal komunikasi ini.

Komunikasi merupakan bagian yang sangat vital dalam berinteraksi dengan orang lain. Begitu banyak persoalan yang muncul di tengah kehidupan manusia gara-gara masalah komunikasi. Kesalahpahaman telah menimbulkan masalah-masalah sekunder seperti sakit hati, kecewa, marah, tawuran dan bahkan pertumpahan darah sering disebabkan karena kesalahan berkomunikasi (miss-communication). Begitu juga saat melakukan penyuluhan dan bimbingan sosial, sering terjadi miss komunikasi atau paling tidak komunikasi yang kurang efektif, apa yang kita harapkan tidak terwujud, orang tidak mengerti, bahkan hasilnya kadang kontra produksi seperti terjadi ketersinggungan, dan sebagainya.

Kesadaran untuk melakukan kajian tentang komunikasi yang kita lakukan apakah sudah efektif untuk mencapai sasaran yang diinginkan, adalah merupakan kesadaran untuk memperhatikan kinerja elemen dasar komunikasi, yaitu “Feedback” atau umpan balik (elemen lainnya yaitu komunikator, komunikan/audience; komunike/pesan dan saluran/media ). Feedback yang dimaksud adalah feedback internal, umpan balik yang datang dari diri komunikator/penyampai pesan/penyuluh/pembimbing, seperti suara dan artikulasinya apa sudah terdengar dengan jelas, cara menyampaikannya apa sudah baik, timing atau waktu penyampaiannya apa sudah tepat, apa kita sudah menjadi pendengar yang baik, dll. Yang semua itu jarang kita lakukan, justru yang sering kita lakukan adalah mengoreksi umpan balik eksternalnya yaitu lawan bicara kita.

Penyuluhan dan Bimbingan sosial merupakan suatu proses pemberian informasi secara terencana, terorganisasi, berkesinambungan dan terpadu yang berisi muatan pembangunan. Penyuluhan dan Bimbingan Ssosial bertujuan untuk mengkoordinasikan masyarakat agar mengetahui, memahami, mau dan mampu, serta berpartisipasi dalam pelaksanaan penanganan permasalahan social. Tujuan ini dapat diwujudkan kalau kita mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat dengan melakukan komunikasi yang efektif.

Dengan dukungan teknologi informasi memang merupakan salah satu faktor yang telah turut memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk penyebarluasan penyuluhan dan bimbingan sosial kepada masyarakat dalam waktu singkat dengan jangkauan yang lebih luas. Tetapi kemajuan teknologi informasi tersebut belum menjadi jaminan tercapainya tujuan program dengan sasaran masyarakat yang majemuk (pluralism) secara optimal. Pilihan yang tepay adalah melakukan komunikasi dengan multimedia, yaitu berkomunikasi langsung maupun komunikasi bermedia.

II. PENGERTIAN KOMUNIKASI.
Saat kita memperhatikan dua orang atau lebih sedang bercengkerama, ngobrol atau bercakap-cakap, kita akan berkomentar bahwa mereka sedang berkomunikasi. Pengertian yang sederhana ini ada benarnya, dan berkomunikasi merupakan naluri manusia yang diciptakan Allah SWT sebagai manusia yang “ zoon politicon “ manusia sebagai makhluk social, selain berhubungan dengan Al-Khaliq (hablum-minallah) juga berhubungan dengan manusia lainnya (“hablum-minannas). Agar dalam berkomunikasi kita dapat mencapai tujuan yang baik, diperlukan pengetahuan yang menyelimuti proses komunikasi, itulah yang mengharuskan kita harus mempelajari ilmu komunikasi.

Pengertian komunikasi sudah banyak didefinisikan oleh para pakar sesuai dengan peruntukannya. Dari banyak pengertian tersebut jika dianalisis pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa komunikasi sebagai suatu proses penyampaian dan penerimaan pesan, pikiran, gagasan atau emosi-emosi (perasaan) dari seseorang/kelompok orang ke orang lain/kelompok orang lain dengan menggunakan serangkaian lambang-lambang yang berarti.

Komunikasi dikatakan komunikatif apabila kedua belah pihak selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan. Kegiatan komunikasi tidak hanya bersifat informatif (agar pihak lain mengerti dan tahu) tetapi juga bersifat persuasif (agar pihak lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, sehingga melakukan suatu perbuatan atau kegiatan yang diinginkan).

Berkomunikasi itu lebih dari sekadar berpidato, berceramah, berbicara, dan sebagainya. Berkomunikasi yang berarti kedua pihak ikut terlibat di dalam usaha membentuk kesamaan. Kesamaan yang ingin diperoleh dari berkomunikasi itu dapat berupa kesamaan pandangan, pemahaman, pemikiran sehingga tumbuh rasa sepenanggungan, seperasaan, sepikir, sehati, dll. Kesamaan tersebut akan membesar jika keduanya berusaha memahami latar belakang social budaya masing-masing. Semakin besar kesamaan di antara dua orang atau dua pihak yang berkomunikasi, semakin memungkinkan keduanya untuk efektif dalam berkomunikasi.

Wilbur Schramm, ahli komunikasi dalam karyanya communication research in the USA menemukan tips komunikasi yang efektif apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator sesuai dengan kerangka acuan [frame of reference] dan kerangka pengalaman dan pengertian [collection of experiences and meanings] yang pernah diperoleh komunikan /audience/ kelayan.

III. PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI.
Agar jalannya komunikasi tidak mengalami kemacetan, artinya komunikasi dapat berjalan dengan baik sehingga tujuan dari berkomunikasi dapat dicapai, maka sedikitnya ada 4 prinsip yang harus diperhatikan oleh Peksos dalam melakukan Penyuluhan dan Bimbingan social (PBS) kepada kelayan, yaitu :

1. Individualisasi, bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang unik atau berbeda-beda, oleh karena itu Peksos dalam memberikan Bimbingan dan Penyuluhan Sosial, jangan menggunakan cara dan pola komunikasi yang sama, melainkan disesuaikan dengan keunikan dan latar belakang kelayan yang akan diajak berkomunikasi atau diberi bimbingan dan penyuluhan sosial.


2. Akseptasi,
bahwa Peksos dalam memberikan Bimbingan dan Penyuluhan Sosial harus bersifat terbuka dan tidak melakukan diskriminasi atas ras, agama golongan, status social yang ada pada kelayan.

3. Situasional, hendaknya Peksos menngunakan berbagai macam metoda dan sarana komunikasi yang ada yang sesuai dengan sistuasi dan kondisi lingkungan kelayan saat dilakukan Bimbingan dan Penyuluhan Sosial.

4. Tidak menjustifikasi, Peksos hendaknya jangan menghakimi atau menilai salah atau benar atas kelayannya berdasarkan nilai dan kepercayaan yang ada pada diri Peksos dalam melakukan Bimbingan dan Penyuluhan Sosial.

IV. ORIENTASI PADA KELAYAN (CLIENT ORIENTED)
Kekeliruan kita di dalam berkomunikasi ialah seringkali kita mengabaikan partisipasi pihak lain. Kita sering merasa tidak perlu untuk memahami orang lain; yang penting bahwa apa yang ada dibenak kita harus didengar. Memang tujuan pelayanan social yang kita lakukan itu untuk kebaikan kelayan, tetapi bagaimana mereka akan mendengar dan mengikuti apa yang kita inginkan, jika mengkomunikasiannya dengan mengabaikan kondisi audiencenya, dengan tidak memperhitungkan pihak kelayan yang akan kita layani.

Kita sering terjebak ke dalam "message oriented" yaitu berorientasi pada pesan yang tersampaikan. Kita mengutamakan informasi itu sudah diberikan kepada mereka yang memang harus menerimanya, apapun kondisinya yang penting pesan sudah sampai pada mereka, bagaimana respon mereka kurang menjadi perhatian. Atau bisa juga diperhatikan responnya, tetapi kurang memperhatikan bagaimana menyampaikannya secara baik. Bagaimana komunikasi yang dilakukan, akan berdampak pada respon yang akan diberikan oleh kelayan. Maka dari “message oriented “ harus kita ubah menjadi “client oriented “ yaitu berorientasi pada kelayan.

Komunikasi dikatakan sukses bila pihak komunikan/kelayan, mengerti, faham dan meyakini dan kemudian dilakukan dalam perbuatan, apa yang dimaksud oleh pembawa pesan (Peksos). Namun untuk sampai kepada taraf itu, kita harus mulai memahami keadaan dan kebutuhan kelayan.

V. KOMUNIKASI EFEKTIF.
Seorang Peksos dalam melakukan Bimbingan dan Penyuluhan Sosial kepada masyarakat, diawali dengan menjelaskan sesuatu yang harus diketahui oleh kelayan/masyarakat, itu artinya langkah awal pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan social adalah melakukan komunikasi dengan kelayan/masyarakat. Oleh karena itu seorang Peksos dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi yang efektif agar apa yang disampaikan kepada kelayan/masyarakat dapat diterima dengan jelas, dimengerti, difahami dan dihayati sehingga mau melaksanakan sesuai dengan yang Peksos diinginkan.

Komunikasi efektif menunjuk pada kondisi bahwa penerimaan pesan oleh kelayan/masyarakat sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Peksos dalam Bimbingan dan Penyuluhan Sosial, kemudian kelayan/masyarakat memberikan respon yang positif sesuai dengan yang diharapkan oleh Peksos.

Ada lima ketentuan atau hukum komunikasi yang efektif (The five Inevitable Laws of Efffective Communication) yang di kembangkan dan dirangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH (R-E-A-C-H), yang berarti merengkuh atau meraih. Karena sesungguhnya berkomunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain. Kelima ketentuan atau hukum komunikasi yang efektif tsb adalah :

Pertama : Respect, yaitu dalam mengembangkan komunikasi yang efektif harus memiliki sikap rasa hormat dan saling menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim. (Mahaguru komunikasi Dale Carnegie dalam bukunya How to Win Friends and Influence People, rahasia terbesar yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam berurusan dengan manusia adalah dengan memberikan penghargaan yang jujur dan tulus. Sedang seorang ahli psikologi yang sangat terkenal William James juga mengatakan bahwa "Prinsip paling dalam pada sifat dasar manusia adalah kebutuhan untuk dihargai." )

Kedua : Empathy, Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dahulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain. Empati bisa juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima masukan ataupun umpan balik apapun dengan sikap yang positif.

Ketiga : Audible, makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Dalam komunikasi personal hal ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan cara atau sikap yang dapat diterima oleh penerima pesan.

Keempat : Clarity, Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan . Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.

Kelima : Humble, rendah hati merupakan hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap rendah hati dalam berkomunikasi pada intinya antara lain: sikap yang penuh melayani (Customer First Attitude), sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar.

Efektifitas komunikasi juga ditentukan oleh bagaimana pesan yang akan disampaikan dipersiapkan, karena setiap pesan akan menimbulkan efek yang berbeda. Wilbur Scramm, menggambarkannya sebagai “the condition of success in communicatin “ yaitu kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita hendaki. Kondisi itu dirumuskan sebagai berikut :
  1. Pesan harus dirancang dan disampaikan dengan yang menarik perhatian kelayan;
  2. Pesan menggunakan bahasa dan symbol-simbol yang dikenali oleh kedua belah pihak yang berkomunikasi ;
  3. Pasan harus membangkitkan kebutuhan pribadi kelayan dan memberikan solusi cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut ;

VI. PENYULUHAN DAN BIMBINGAN SOSIAL.
Pelayanan Kesejahteraan Sosial adalah serangkaian kegiatan pelayanan yang diberikan terhadap individu, keluarga maupun masyarakat yang membutuhkan atau mengalami permasalahan sosial baik yang bersifat pencegahan, pengembangan maupun rehabiltasi guna mengatasi permasalahan yang dihadapi atau memenuhi kebutuhan secara memadai sehingga mereka mempu menjalankan fungsi sosialnya.

Setiap jenis pelayanan kesejahteraan social, tentu memiliki karakter dan situasi yang berbeda, tetapi substansi dasarnya adalah relative sama, yaitu bahwa setiap kita akan memulai memberikan pelayanan, maka dilakukan dulu pendekatan dengan kelayan. Itu artinya, kita akan melakukan komunikasi dan interaksi dengan kelayan, dan sejak saat itu kita sudah mulai membangun komunikasi.

Tentu saja komunikasi yang dilakukan dalam pelayanan kesejahteraan social harus disesuaikan dengan bentuk kegiatan usaha kesejahteraan social tersebut, yang meliputi : a. Penyuluhan dan bimbingan social; b. Penyembuhan dan pemulihan social; c. Penyantunan dan penyediaan bantuan social ; d. Pengembangan nilai-nilai, potensi dan sumber kesejahteraan social; dan e. Pengorganisasian, pengadministrasian dan pengelolaan lembaga.

1. Penyuluhan Sosial.
Penyuluhan merupakan suatu bentuk komunikasi yang berawal dari adanya gagasan/idea/pesan yang yang akan disampaikan oleh satu pihak (penyuluh) kepada pihak lain (kelayan/masyarakat) dengan maksud agar dapat dipahami tentang gagasan/idea atau isi pesan yang disuluhkan tersebut.

Penyuluhan social adalah suatu proses pemberian informasi, motivasi dan edikasi secara terencana, terorganisasi, berkesinambungan dan terpadu yang berisi muatan pembangunan kesejahteraan social dan aspek-aspek social dan sector lain, untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan dan kesadaran masyarakat tentang pembangunan kesejahteraan social dan aspek-aspek social dari kegiatan sector lain (Depsos, 1998))

Proses penyuluhan dalam kaitannya dengan proses belajar-mengajar dapaty dipandang sebagai suatu rangkaian hubungan yang terdiri dari tingkah laku seseorang (penyuluh) yang mengakibatkan timbulnya tingkah laku atau reaksi tertentu pada diri orang lain, yaitu kelayan (Munro,12). Kemampuan penyuluh yang efektif berarti kemampuan menggunakan ketrampilan ketrampilan yang benar-benar tepat sesuai dengan tuntutan suasana. Suasana yang berbeda menuntut penerapan ketrampilan yang berbeda pula.

Apapun yang akan dilakukan oleh penyuluh, untuk mendapatkan hasil yang baik, penyuluh hendaknya mempunyai kecakapan melakukan apa yang telah direncanakan. Tentu saja segala sesuatu yang dilakukan itu tidak terlepas dari pengalaman, latihan, keihkalasan dalam melakukan, kejujuran serta penguasaan pengetahuan tentang penyuluhan dan komunikasi. Disamping itu hendaklah disadari bahwa peranan penyuluh tidak semata-mata didasarkan atas ketrampilan dan kemampuannya saja, lebih dari itu bahwa seorang penyluh bertugas melayani semua yang baik yang diharapkan oleh kelayan. Penyuluh hendaknya tidak hanya memiliki pengetahuan yang luas tentang orang lain, tetapi juga tentang dirinya sendiri.

2. Bimbingan Sosial.
Bimbingan sosial atau praktek pekerjaan sosial salah satu metoda pekerjaan sosial untuk memperbaiki dan meningkatkan fungsionalitas sosial yang berkaitan dengan inter-relasi antara orang dengan orang-orang lain atau antara orang dengan lingkungannya.

Bimbingan sosial bertujuan untuk membantu orang baik sebagai individu, kelompok, organisasi atau masyarakat dalam memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfungsi/fungsionalitas sosial mereka. Fungsionalitas sosial tersebut menyangkut kemampuan menampilkan beberapa peranan sosial (social roles) maupun peranan tugas (task roles): dan kemampuan memecahkan masalah-masalah yang menghambat atau merintangi dalam mewujudkan peran-peran tersebut.

Bimbingan Sosial Perorangan (social case work), menurut Helen Jaspan dalam bukunya ”Case Work Soscial di Indoensia (1961)” mendenifikan sebagai suatu proses yang menaruh meinat dalam upaya menolong individu untuk mencapai tingkat perkembangan kepribadian tertinggi sehingga kelayan (penyandang masalah) itu dapat menolong dirinya sendiri di dalam suatu ikatan tanpa bantuan orang lain.

Bimbingan Sosial Kelompok ( Social Group Work), Friedlander (1965) mengemukakan bahwa pekerja sosial kelompok bekerja dengan berbagai cara agar pergaulan di dalam kelompok dan kegiatan kerja kelompok dapat membantu perkembangan para individu anggota kelompok dan membantu mencapai tujuan sosial yang dikehendaki. Sedang HB. Trecker (1948) mendefinisikan sebagai metode bimbingan yang dilakukan oleh pekerja sosial untuk membantu individu yang terikat dalam kelompok agar dapat mengikuti kegiatan kelompok. Dengan demikian individu dapat bergaul dengan sesama anggota kelompok secara baik dan dapat mengambil manfaat dari pengalaman pergaulan atau perkembangan pribadi, kelompok dan masyarakat.

Bimbingan Sosial Masyarakat (Social Community Organization), menurut Kasni Hariwoeryanto (1987) adalah suatu metode untuk membantu masyarakat agar dapat menggali dan mengerahkan sumber yang ada untuk memenuhi kebutuhannya.

Penguasaan pengetahuan dan ketrampilan berkomunikasi yang efektif dalam melakukan penyuluhan dan bimbingan sosial, baik perorangan, kelompok maupun masyarakat sangat diperlukan, karena memberikan penyuluhan dan bimbingan sosial pada umumnya ingin meningkatkan pengetahuan, menumbuhkan motivasi, merangsang semangat untuk melakukan perubahan dalam upaya meningkatkan fungsionalitas sosialnya.

Dengan melakukan komunikasi yang efektif berarti kita melakukan transformasi pengetahuan, semangat dan motivasi terhadap penyandang masalah sosial yang dilakukan secara terencana, baik itu dilakukan secara individu maupun secara kelompok . Saat berkomunikasi yang dilakukan secara langsung, maka feedback/respon kelayan dapat diketahui seketika itu juga apakah ia memberikan respon yang posisitif atau respon negatif. Dengan kemampuan berkomunikasi yang efektif, maka informasi yang disampaikan tentu akan mencapai sasaran yang diinginkan, yaitu memberi edukasi terhadap kelayan untuk meningkatkan dan mengembangkan fungsionalitas sosialnya.

Maka peksos dalam melakukan kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial tentunya harus memiliki ketrampilan dalam berkomunikasi sehingga misi dalam penyampaian informasi akan dapat merubah atau memotivasi sesorang untuk berbuat yang lebih baik dari sebelumnya, Tujuan dari penyuluhan dan bimbingan sosial untuk merubah seseorang dari ketergantungan dalam bersikap, dan setelah mendapatkan penyuluhan dan bimbingan menjadi kelayan yang mandiri.

VII. KIAT PENYULUH DAN PEMBIMBING SOSIAL YANG BAIK.
Sebagai penyuluh dan pembimbing social, dalam melakukan komunikasi ia berperan sebagai komuniktor dalam tugas pelayanan kesejahteraan social, karena itu dialah yang diharapkan banyak mengambil prakarsa dalam pelayanan kesejahteraan social melalui penyuluhan dan bimbingan social tersebut. Sebagai komunikator harus siap pada posisi “penyampai pesan“ sekaligus sebagai “penerima pesan“ yang baik.

Posisi penyampai pesan (komunikator/penyuluh/pembimbing) saat dia memberikan bimbingan dan penyuluhan dalam pelayanan, dan pada waktu yang bersamaan, ia juga dalam posisi “penerima pesan“ kelayan, yaitu saat kelayan memberikan respon dengan menyampaikan “curhat” nya. Kedua posisi tersebut harus dimanage dengan baik dan meletakkannya pada posisi sama pentingnya. Artinya selain dapat menjadi “pembicara” yang baik, ia juga harus dapat menjadi “ pendengar” yang baik.

Berikut ini ada beberapa kiat untuk Komunikator (Penyuluh dan Pembimbing), dalam melakukan Penyuluhan dan Bimbingan Sosial, baik pada posisi sebagai “penyampai pesan” maupun “penerima pesan” (feedback dari kelayan) agar komunikasi berjalan lancar dan tercapai sesuai yang diinginkan, baik dari segi efektifitasnya maupun tujuan kita berkomunikasi.

1. Source Credibility (kepercayaan terhadap sumber)
Seorang komunikator (Peksos) sebagai sumber informasi hendaklah menunjukan sikap kridible (dapat dipercaya), karena dengan sikap ini akan memberikan kepercayaan pada komunikan (kelayan) untuk menaruh harapan terhadapnya.

2. Source Competent. (Kompetensi sumber)
Seorang komunikator (Peksos) sebagai sumber informasi, hendaknya menunjukan kompetensinya (penguasaan isi pesan/bidang tugasnya) dihadapan kelayan, kalau nampak ragu-ragu dan terlihat tidak menguasai isi pesan atau bidang tugasnya, bagaimana mungkin kelayan akan mengkomunikasikan persoalannya kepada komunikator (Peksos) tersebut.

3. Source Attractiveness (Daya tarik sumber).
Seorang komunikator (Peksos) sebagai sumber informasi, dapat melakukan perubahan sikap kelayannya melalui mekanisme daya tarik. Sosok Peksos yang menarik dan dikagumi oleh kelayannya akan mempengaruhi tingkat kepatuhan dan kepercayaan kelayan terhadap pesan-pesan yang disampaikan oleh Peksos tersebut.

4. Sikap Optimisme.
Seorang komunikator (Peksos) hendaklah menunjukkan sikap optimisme, sikap ini penting karena tugas Peksos adalah membangun optimisme pada kelayan. Bagaimana bisa membangun optimisme kelayan kalau dia sendiri tidak optimis dengan apa yang ia sampaikan.

5. Sikap Siap, Tulus dan Jujur.
Kadang ada komunikator, mengawali pembicaraannya dengan mengatakan, sebenarnya saya sakit, atau saya dihubungi mendadak, atau saya terpaksa melaksanakan karena petugasnya tidak ada, atau lainnya yang menunjukan ketidak siapan, tidak tulus, dan tidak jujur. Sikap ini akan menjadi kontra produktif dalam menjalankan komunikasi. Sebaliknya Peksos harus menunjukan sikap siap, artinya apa yang akan disampaikan memang ia kuasai, sikap tulus-ikhlas akan terpancar dari raut wajah komunikator, karena jiwa keterpaksaan akan tampak pada raut wajahnya, serta jujur atas informasi yang disampaikan dalam melayani kelayan (meskipun mungkin ada persoalan yang dihadapi oleh Peksos itu sendiri ).

6. Pendengar yang baik.
Komunikator yang sukses adalah komunikator yang menyampaikan pesan-pesannya dengan baik dan jelas, sekaligus menjadi pendengar dari apa yang disampaikan oleh lawan bicara kita dengan baik.

7. Peduli pada kelayan (Friendship)
Salah satu unsur efektifitas komunikasi adalah sikap emphati, yaitu peduli dengan situasi dan kondisi audience (kelayan), itu artinya Peksos hendaknya mengenali kelayannya, misalnya mengenal namanya, asal dari mana, dan persoalannya apa. Sikap ini akan menempatkan komunikator bukan lagi sebagai orang asing bagi audience (kelayan).

8. Berbagi kesempatan.
Karena menjadi pendengar yang baik itu adalah termasuk kiat komunikasi yang baik, maka dalam berkomunikasi, harus berbagi kesempatan berbicara pada audience/kelayan, jangan mendominasi waktu hanya untuk komunikator.

9. Bahasa non verbal.
Dalam ilmu komunikasi, disebutkan bahwa antara 5%-10% dari kegiatan komunikasi langsung yang kita lakukan melibatkan bahasa non verbal (gesture) seperti gerakan tangan, mata, ekspresi wajah, dll serta intonasi suara yang menguatkan isi pesan yang disampaikan. Tapi ingat, kalau bahasa non verbal ini berlebihan, justru dapat menghilangkan konsentrasi audience terhadap isi pesan itu sendiri.

10. Gunakan kata yang tak bersayap
Dalam komunikasi kita kenal dengan adanya gangguan semantic (semantic noise), yaitu gangguan yang ditimbulkan adanya penggunaan kata-kata yang memiliki multi makna (kata-kata bersayap), sehingga berakibat salah pengertian antara apa yang dimaksud oleh ‘penyampai pesan ‘ dengan apa yang dimengerti oleh ‘penerima pesan’.

VIII. MENCIPTAKAN HUBUNGAN PERORANGAN.
1. Menggunakan persepsi orang lain :
Persepsi merupakan pengalaman tentang obyek yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi yang diterima sangat tergantung bagaimana memberikan makna pada kepentingan untuk motivasi seseorang dalam memperoleh sesuatu.

2. Berikan perhatian yang cukup :
Perhatian lebih mengarah kepada proses mental ketika pesan atau informasi yang diterima mulai melemah, maka perlu penekanan pesan pada satu aspek dari yang lain, yaitu dengan cara intonasi bicara, cara bertanya gerakan tubuh atau melalui permainan yang menarik, untuk menarik minat.

3. Berikan tanggapan yang bermakna
Setiap respon yang diberikan sipenerima pesan perlu ditanggapi secara memadai, dalam komunikasi dibutuhkan ketrampilan mendengar yang aktif dengan menjabarkan kembali pemahaman dan menyimpulkan informasi yang bermakna bagi orang yang diajak berbicara, dalam memberikan tanggapan diperlukan tanggapan yang sesuai dengan penerima pesan dengan cara mengembangkan, memperluas, menjelaskan atau menjernihkan pesan.

4. Kemampuan diri merupakan indicator jalinan
Penerimaan orang lain terhadap pesan yang disampaikan sangat tergantung, kemampuan individu sebagai komunikator, tergantung penampilan dan focus pembicaraan dan kebiasaan dirinya, dan yang utama tergantung pada kepribadian penyampai pesan.

5. Perhitungkan kesan pertama
Kesan pertama sangat menentukan penerimaan dan tanggapan orang lain,kesan pertama sangat membekas yang tidak akan pudar,kesan pertama menjadi awal yang baik atau bahkan manejdi sumber segala masalah dimasa yang akan datang.

6. Mulai dari pengalaman.
Pengalaman merupakan lansadan seseorang untuk berfikir, menetukan pilihan dan penerimaan terhadap pesan, Pengalaman individu dalam masyarakat sangat mempengaruhi kecermatan dan analsisis terhadap informasi yang diterima. Pengalaman adalah guru yang terbaik.

7. Konsep diri dan membuka diri
Pengetahuan dan pengalaman tentang diri akan meningkatkan kulitas bekomunikasi dan hubungan, berkomunikasi dengan orang akan meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman orang lain akan terjadi keterbukaan pada kedua pihak untuk saling memberi dan menerima pengalaman atau gagasan baru.


8. Saling percaya.
Jalinan kerja sama yang dijalin atas dasar saling memahami dan menerima kelebihan dan kelemahan merupakan kunci keberhasilan komunikasi , kepercayaan menjadi sesuatu yang sangat berarti bagi orang lain untuk berfikir kreatif dan bekerja lebih baik, kerja sama akan terbangun dengan kepercayaan.

IX. DISTORSI PESAN.
Untuk memeproleh pengertian apa itu distorsi pesan, kita ketahui dahulu tentang ketepatan pesan, yaitu tingkat persesuaian arti dan maksud pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan (komunikator) dengan arti dan maksud pesan yang diinterpretasikan oleh penerima pesan (komunikan). Misalnya komunikator menyebut ‘Gajah’ maka komunikan meminterpretasikan bahwa gajah itu adalah binatang yang besar, bertelinga lebar, punya belalai yang panjang diatas mulutnya.
Kekurang-tepatan atau perbedaan arti diantara pesan yang dikirim dengan interpretasi penerimanya dinamakan ‘distorsi’. Efektifitas komunikasi tidak saja pada aspek cara berkomunikasinya, tetapi juga aspek isi pesan yang disampaikan. Karena itu memperhatikan factor-faktor yang mempenagruhi ‘distorsi’ pesan tersebut menjadi penting untuk dipahami.

Faktor-faktor yang mempengaruhi distrosi tersebut tergantung pola komunikasinya, kalau pola komunikasi personal, maka faktornya juga personal, tetapi kalau komunikasi dalam kelompok/organisasi, disamping factor personal juga dipengaruhi factor kelompok/organisasi. Namun dalam pembahasan ini, hanya yang berkaitan dengan factor personal yang mempengaruhidistorsi.

Distrosi yang dipengaruhi oleh factor personal, yang memegang peranan peting adalah masalah persepsi. Lewis (1987) mengatakan bahwa persepsi adalah proses pengamatan, pemilihan, pengorganisasian stimulus yang sedang diamati dan membuat interpretasi (penafsiran) mengenai pengamatannya itu.
Hal-hal yang berkenaan dengan persepsi personal yang mempengaruhi distorsi dalam proses komunikasi, tersebut adalah :

1. Orang mengamati sesuatu itu selektif.
Keterbatasan kemampuan pancaindera kita dalam merespon lingkungan yang sangat terbatas sehingga akan melakukan persepsi pilihan. Pilihan tersebut maksudnya akan memusatkan perhatian pada stimulus/rangsangan keinderaan kita, dengan mengabaikan stimulus lainnya.
Misalnya, ada dorongan stimulus dari diri kita untuk melihat tv, sedang bersamaan dengan itu ada stimulus/rangsangan untuk indera kita dari luar diri kita, yaitu orang berbicara dengan kita, tentu saja keduanya sulit menjadi perhatian pada derajat yang sama oleh indera kita, sehingga akan terjadi pengabaian dari salah satunya, sehingga pesan yang sampai menjadi distorsi dalam komunikasi tersebut.

2. Orang melihat sesuatu konsisten dengan apa yang mereka percayai.
Persepsi kita mengenai sesuatu, dipengaruhi oleh keyakinan yang selama ini kita percayai tentang orang, benda atau kejadian itu.
Misalnya, menurut saya orang itu dapat dipercaya, tetapi ternyata teman kerja dia mengatakan orang tersebut tidak dapat dipercaya. Atau misalnya hiasan itu bagus untuk pajangan dirumah, tetapi teman saja mengatakan tidak bagus. Kondisi ini akan mempengaruhi interpretasi pesan.

3. Bahasa itu sendiri yang kurang tepat.
Dalam komunikasi, bahasa digunakan untuk menyatakan persepsi. Menggunakan bahas yang tidak berlaku umum, akan menimbulkan distorsi.
Misalnya, kita bilang ‘atos’ untuk orang jawa itu berarti keras, namun bagi orang Sunda itu bersrti sudah. Sesungguhnya bahas yang tepat dapat menunjukkan orang, benda atau kejadian sebagaimana keadaan yang sesungguhnya. Mengingat banyaknya bahasa, maka digunakan pada ruang dan waktu yang tepat.

4. Arti suatu pesan terjadi pada level isi dan relasi.
Suatu pesan diinterpretasikan pada level isi dan relasi (hubungan). Pada lever/tataran isi menunjuk pad ide-gagasan, hal-hal, orang, benda atau kejadian yang dibicarakan (verbal) atau disampaikan (non verbal). Sedang pada level/tataran relasi, menunjuk pada bagaimana isi pesan dalam proses komunikasi.
Misalnya, seseorang menyampaikan sesuatu prestasi seseorang (level isi) dengan cara senyuman yang sinis (level relasi) akan bermakna berbeda kalau disampaikan dengan penuh senyuman kebanggan. Demikian juga (level relasi) pihak penerima pesan.

5. Tidak adanya kosistensi bahasa verbal dan non verbal.
Pace (1989), mengungkapkann bahwa percakapan diantara dua orang diperkirakan bahwa arti dari pesan dari bahasa verbal diserap 35 % dan dari bahsaa non verbal diserap 65 %. Dengan demikian bahwa sumber arti dan perasaan dari pesan yang disampaikan adalah berasal dari pesan non verbal.
Ini artinya konsistensi yang diucapkan dengan yang diperbuat, harus dijaga agar tidak terjadi distriorsi. Sering kita dapati yang diungkapkan dengan lisan berarti ia atau setuju, tetapi bahas tubuhnya (non verbal) menunjukkan ketidak setujuannya.

6. Pesan yang meragukan
Keraguan pesan dalam kontek berkomunikasi mengarah pada ketiga keraguan, yaitu keraguan isi pesan, maksud pesan, dan keraguan efek pesan.
Keraguan isi pesan, berkenaan dengan ketidakpastian apa arti pesan yang sesungguhnya (pesannya kabur). Makin besar keraguan arti pesan, makin sulit untuk memahami pesan itu.
Keraguan maksud pesan, menunjuk pada ketidakjelasan maksud dari pengirim pesan. Misalnya sesorang dipanggil untuk menghadap, tetapi tidak dijelskan apa yang mau dibicarakan.
Keraguan efek pesan, berkenaan dengan ketidakpastian memprediksi atau memperkirakan konsekuensi yang mungkin dari suatu pesan. Kita mungkin menginterpretasikan dengan tepat isi pesan, tetapi tidak mampu memprediksi efek isi pesan tersebut. Misalnya, seorang yang dipanggil tersebut diatas karena ada keraguan maksud, maka ini menimbulkan distorsi, yaitu waktu diajak bicara dia tidak menyiapkan apa-apa yang patut dikemukakan.

7. Memori yang mengarah penajaman atau penyamarataan.
Memori / atau daya ingat seseorang dipengaruhi oleh sikap penajaman atau penyamarataan. Sesorang yang memiliki memori dengan pola penyamarataan, cenderung mengeneralisasi masalah dan kehilangan struktur pesan yang utuh. Berbeda dengan seseong yang memiliki memori dengan pola penajaman, ia akan memiliki struktur permasalahan yang detail dan lengkap. Sehingga pesan yang diterima tidak distrosi.

8. Motivasi bisa membangkitkan distorsi pesan.
Sikap terhadap isi, seseorang yang mempunyai sikap negative terhadap isi pesan, cenderung untuk mengabstraksikan secara negative, begitu sebaliknya.
Keinginan dan motivasi dari pembicara, yang menyederhanakan pesan, menghaluskan agar pantas, untuk menyenangkan, sehingga mengaburkan isi substansi pesan akan menimbulkan distorsi.

X. PENUTUP
Sebagai Pekerja Sosial atau apapun sebutannya yang selalu bergerak dibidang penyuluhan dan bimbingan sosial diperlukan kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, terlebih kemampuan berkomunikasi yang efektif. Dengan memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dan efektif, maka dengan sendirinya akan mampu melaksanakan tugas-tugas penyuluhan dan bimbingan sosial, baik bimbingan sosial individu, kelompok maupun masyartakat. Kegiatan penyluhan dan bimbingan adalah kegiatan interaksi sosial yang divasilitasi dengan proses komunikasi. Pemahaman terhadap kondisi fisik dan psikis yang melingkupti berlangsungnya proses komunikasi sangat diperlukan agar tujuan dapat dicapai secara optimal. **** (Malang, 10/12/2010)


DAFTAR PUSTAKA.
  1. Astrid, S. Susanto, Dr. phil. Komunikasi Dalam Teori dan Praktek – 1, Penerbit Binacipta, Bandung, 1974.
  2. Achlis,Drs, Bimbingan Sosial Kelompok, Senat Mahasiswa STKS Bandung 1984
  3. Arni Mujammad ,Dr, Komunikasi Organisasi, Bumi Aksara,2005
  4. Departemen Sosial RI, Strategi Komunikasi Untuk Penyuluhan Sosial, Dirjenbinkesos-Jakarta, 1998.
  5. Effendy, Onong Uchyana, Drs, MA, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Penerbit Remaja Karya CV, Bandung, 1985.
  6. Effendy, Onong Uchyana, Drs, MA, Dimensi-Dimensi Komunikasi. Penerbit Alumni Bandung, 1986.
  7. Istiana herawati, Dra, Metode dan teknik Dalam Praktik Pekerjaan Sosial, Penerbit Adi Cita Karya Nusa, Yogjakarta, 2001.
  8. Kasni Hariwoeryanto,Drs, Metodologi dan Praktek Pekerjaan Sosial, Pengantar dan Metoda Bimbingan Sosial Perorangan, PT. Bale Bandung,1987
  9. Kasni Hariwoeryanto,Drs, Metodologi dan Praktek Pekerjaan Sosial, Metoda Bimbingan Sosial Masyarakat, PT. Bale Bandung,1987
  10. Munro, EA; R.J. Manthei; J.J. Small, (Alih Bahasa, Drs. Erman Amti) Penyuluhan (Counselling), Suatu Pendekatan Berdasarkan Keterampilan. PT. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985.
************




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar